Saturday, December 23, 2017

Memaknai Toleransi

Sekitar tahun 2010an, ketika masih di Kemenko Perekonomian, kami kebagian tugas melakukan pengawasan penyaluran Kredit Usaha Rakyat di Sulawesi Utara. Kami pun mendatangi Bank BRI dan BSM di Manado. Ketika ngobrol sama Pimpinan Cabang BSM disana banyak hal yang diluar dugaan kami, yang kalau dibawa ke urusan SARA khususnya Agama dan Suku, kita akan terkejut akan hasilnya. Ternyata penyaluran KUR BSM saat itu cukup baik dan respon dari masyarakat Manado yang mayoritas Kristen itu sangat tinggi. Dengan model bagi hasil karena BSM bersifat syariah, ternyata tidak menjadi masalah bagi masyarakat sana untuk mengambil pembiayaan alias kredit istilah bank konvensionalnya. Dari sisi Agama dan Sukunya pun yaa memang dari Agama Kristen dan Suku asli sana, jadi bukan yang seperti kita bayangkan pasti debitur KUR nya muslim dan bukan orang manado, bukan saudara-saudara. Yang mengambil kredit atau pembiayaan dari KUR BSM Manado ya asli orang Manado yang notabene Kristen. Jadi menurut Pimcab BSM sana, orang Manado sangat realistis, hanya melihat untung ruginya saja dari sisi bisnis mereka. Kalau KUR BSM lebih menguntungkan dari kredit bank konvensional ya mereka ambil, kalau tidak ya mereka beralih ke bank lain. Jadi bukan karena embel-embel Bank Islam, produk BSM lalu tidak dilirik, diambil mereka, gak sama sekali.

Meninjau Peternakan Babi
Di hari pertama kami pengawasan KUR BSM Manado kami sampel 3 debitur yang menerima KUR di Manado. 2 diantaranya tidak masalah, pengembalian cicilan lancar. Namun 1 debitur bermasalah karena penerima KUR tidak sesuai dengan usaha yang diajukan. Langsung saat itu juga BSM mengambil tindakan atas pembiayaan KUR yang disalurkannya. Memanggil karyawannya dan mengkonfirmasi ke debitur yang bersangkutan.
Di hari kedua, kami mengunjungi BRI sebagai penyalur KUR terbesar di Indonesia. Nah kali ini, KUR disalurkan ke Peternak Babi yang ada di Tomohon. Dengan KUR yang diterimanya usaha peternakannya menjadi besar, ini kali kedua debitur tersebut meminjam, setelah yang pertama saat itu meminjam untuk yang mikro 5 juta, setelah lunas debitur tersebut naik kelas dan meminjam KUR lagi dengan nilai 20 juta.
Begitu mendengar debiturnya adalah Peternak Babi, kami yang datang pun langsung berpandangan, kami semua muslim, kami mencoba menghindar untuk melihat nasabah yang lain, itu yang sukses dan bagus Pak. Mau gak mau, karena judulnya tugas kami pun berangkat ke Tomohon.
Negeri yang indah dengan pemandangan dan suasana yang indah. Kami pun menuju ke peternak babi yang menerima KUR tersebut. Mereka sangat berterima kasih sekali dengan adanya program KUR yang telah digulirkan Pemerintah yang sangat membantu perekonomian mereka. Kami pun meninjau kandangnya. Babinya besar-besar, sehat dan lingkungannya sangat bersih. Pengelolan pakan dan kotoran yang dijadikan pupuk untuk kebun sayur disana juga terkelola dengan baik. Pantaslah BRI berani memberikan KUR kepada nasabah tersebut.

Memilah dan Memilih Toleransi
Ketika sudah tugas namanya, apa pun ceritanya harus dijalankan sejauh tidak mencederai, menyalahi ketentuan agama. Kami muslim, kami haram makan babi, tetapi ketika kami harus meninjau peternakan itu, ya harus kami pastikan bahwa kredit tersebut benar bermanfaat bagi peternak itu. Kami foto kandangnya, babinya, debiturnya dan segalanya yang menjadi bukti otentik.
Disisi lain Bank Muslim seperti BSM yang pengelolaannya secara syariah Islam tidak menjadi masalah buka di negeri yang mayoritas non muslim, mereka buka rekening, menjadi nasabahnya dan menikmati fasilitas perbankan yang diberikan BSM.
25 Desember 2017 besok adalah Hari Natal bagi umat kristiani. Dan banyaklah kembali beredar video, ceramah, gambar yang melarang kaum muslim mengucapkan Selamat Natal bagi kaum Nasrani. Bahkan lebih ekstrim lagi sampai ada isu akan ada sweeping penggunaan atribut santa di mall dan tempat-tempat umum lainnya bagi kaum muslim yang bekerja disana.
Ilmu agama kami memang cetek tapi kami hanya senang saja bila saudara kami yang merayakan kebahagiaannya ikut senang. Kebahagiaan itu bisa berupa kelahiran, naik pangkat, naik rumah baru, perkawinan, arisan, dan banyak bentuk kebahagiaan lainnya. Begitu juga dengan kesedihan, kami pun ikut sedih ketika saudara kami yang tidak seagama dan sesuku merasakan kesedihan seperti kematian, bencana alam, kemalingan, sakit, kecelakaan dan sebagainya.
Kami hanya berbagi rasa dan perasaan.
Kami jadi gak paham ketika saudara kami sedang merasakan kebahagiaan kami harus marah, sedih, sakit dan melarang mereka bahagia. Mungkin ini salah satu sebab mengapa tingkat kebahgiaan di negeri ini masih rendah.

No comments:

Post a Comment

Guru Corona

Corona mengajariku: Untuk Hidup Sehat , selalu mencuci tangan dengan sabun, bersih-bersih badan, mandi, kalau habis dari luar rumah, apala...