Tuesday, September 8, 2015

Sebuah Pelajaran Berharga dari Membully

Lagi-lagi sebuah kebiasaan buruk, menjelek-jelekkan/membully, orang lain terjadi lagi di jagad medsos negeri ini. Kali ini menimpa si Pesulap eh Mentalis Deddy Corbuzier yang banyak orang "mungkin" gak suka karena terkesan "sombong".

Tulisan ini terinspirasi dari posting berita yang ditampilkan di Instagram @corbuzier seperti berikut:



Kisah ini berawal dari seorang pemuda bernama Aril Erda dengan akun arilerdanando mengejek Deddy. Selain itu, Aril juga menantang Deddy untuk menangkap dan melaporkannya ke polisi.

"Kamu cuma pecundang, pecundang yang beruntung," ejek Aril dalam bahasa Inggris. "Pergilah ke kantor polisi dan laporkan aku. Aku menerimanya dengan senang hati jika kamu mengundangku ke 'Hitam Putih'. Demi menunjukkan ke orang-orang kalau orang-orang di TV itu bodoh. Cuma mencuci otak, selebriti menyedihkan."

Deddy kemudian menjawab tantangan tersebut dan mengcapture screen shot ejekan Aril di Instagramnya. Kurang dari 24 jam, Deddy sudah mendapatkan identitas Aril, mengetahui soal sekolah dan rumah pemuda tersebut.

"Aku menemukanmu kurang dari 24 jam dan kenapa aku melakukannya? Demi mengajarkan anak-anak muda untuk menjadi orang yang lebih baik. (Foto bapak diatas adalah wakil kepala sekolah yg sangat membantu proses ini)," kata Deddy. "Kamu bisa mengejek orang di sosial media karena kamu pikir mereka tak akan melakukan apapun. Tapi tidak semua orang diam."

Deddy juga merasa miris dengan kondisi keluarga Aril dan akhirnya batal menuntut pemuda tersebut. "Ayah kamu bekerja sebagai seorang Tukang Jahit yg membesarkan anaknya dgn segenap usahanya.. Membesarkan km untuk jadi baik. Ini balasan km ke ayah km? Kalau tidak melihat ayah kamu........ Kalau org org saya tdk cerita ttg keluarga km.. Saya panjangin masalah ini. U need to say thank u to ur Dad," seru Deddy.

Setelah kejadian tersebut, Aril meminta maaf didampingi oleh polisi dan ayahnya. Deddy berharap Aril tak melakukan bullying di akunnya lagi.

Begitu lah, kisah bully yang dikutip dari instagram @corbuzier, http://www.suara.com/entertainment/2015/09/07/143505/anak-smk-ini-tantang-dan-bicara-kasar-ke-deddy-corbuzier dan http://www.wowkeren.com/berita/tampil/00084148.html yang berakhir dengan permintaan maaf anak muda tersebut dan sebuah kutipan dari @corbuzier:

This is done less than 24 hours... Kamu bukan kelas saya tuk ribut.. Tapi km bisa jadi contoh baik tuk generasi muda penerus Bangsa ini.. Agar bertutur kata, berkarya, berbakti bukan menjadi org yang picik yang menganggap semua org bisa dihina.. Kmrn km blg bawa saya ke kantor polisi kalau berani... Ur wish come true... Dan kamu saya lepas hr ini juga krn melihat ayah kamu dan keluarga km.. Mudah mudahan hal ini bisa menjadi pembelajaran tuk kita semua... 1. Yuk gunakan sosmed pada tempatnya. 2. Menghina siapapun dgn bersembunyi di avatar adalah perbuatan pengecut. 3. Saya tdk membawa hal ini ke media.. Dll tapi saya cari km... Itu artinya tdk semua org bisa kalian samakan.. 4. Kamu masih muda... Dan banyak mereka yg masih muda generasi penerus saya yg menggunakan sosmed hanya untuk dengki... Stop it.. Mulai berkarya... Macan tak menoleh ketika anjing menggonggong... Tapi kalau dia tepat di depannya.... Km dimakan. Satu lagi... Menantang polisi adalah perbuatan salah dan bodoh. Menghina orang yg lebih tua dr kamu adalah perbuatan tak berpendidikan. Now Go Home... Do good for ur future. I pray for ur future to be a man that make us proud. Master Deddy Corbuzier.

Pada saat tulisan ini dibuat pun, telah beredar video kekerasan Siswi SMP 4 Binjai terhadap rekannya. Bingung, ya.. Ntah mau bilang apa melihat kondisi anak2 muda, remaja, kecil saat ini. Sudah kenal rokok, narkoba, pornografi. Kalau disalahin gurunya, saya tidak pernah lihat dan tahu bahan pelajaran dan pendidikan saat ini. Kalau disalahin orang tuanya, banyak orang tua yang begitu sabar, lembut, baik mendidik anak2nya. Tetapi begitu kejadian itu muncul, duarr.. semua terkejut, terperangah, mereka begitu kasar, begitu tidak bermoralnya, begitu egois, sarkas, sensitif, tidak sabar seolah2 seakan2 tidak pernah tau apa itu Moral, Etika, Aturan, Agama dan semua yang berhubungan dengan Norma-norma.



Lagi-lagi Media Sosial, medsos, menciptakan generasi-generasi garang, terkungkung, tetapi siap menerkam pabila kerangkengnya dilepas. Generasi sekarang dibuai dengan gadget, semua perangkat yang bisa menyajikan apa pun dalam genggaman mereka. Medsos yang niatnya, awalnya diciptakan untuk mempermudah silaturahim antar manusia, mendekatkan yang jauh, membagi cerita dan pengalaman tetapi karena kebusukan hati dan pikiran menjadikannya ajang mencaci maki, mengumpat, menghina, membully, menyebarkan fitnah dan aksi-aksi negatif lainnya. Tetapi parahnya aksi2 bully ini dilakukan dibalik topeng (avatar) yang dengan mudahnya digunakan untuk menyembunyikan tampang, karakter si empunya akun. Kita tidak pernah tau mereka yang mengupdate status, berbuat jujur atau tidak. Benarkah mereka yang melakukannya, atau dihack/dibajak yang lain, yang lebih parahnya apakah mereka benar-benar diri mereka atau bukan, laki-laki atau perempuan, anak2, remaja atau dewasa. Begitu lah dunia medsos saat ini. Penuh dengan topeng menutupi dirinya sendiri.


Sangat disayangkan memang, generasi sekarang tidak memiliki jati dirinya sendiri. Tidak kuat mental. Cengeng. Beraninya lewat medsos, jika dalam kehidupan sehari-hari berontaknya melalui tawuran, beramai-ramai. Jika adu argumen, tidak bisa menghargai pendapat orang lain. Emosi dan mudah tersinggung. Mungkin, mungkin saja, gaya dan prilaku seperti ini tidak terlepas dari tingkah laku dan sikap orang tua dalam mendidik dan membesarkan anak-anaknya. Orang tua disini bisa ayah ibu dan guru. Semua dibelenggu permasalahan ekonomi dan keuangan. Minimnya komunikasi dalam keluarga menyebabkan interaksi melalui bahasa sangat minim. Kehidupan dijalani dengan nafsi-nafsi, masing-masing. Tinggal pun satu atap, dalam satu rumah tetapi menjalani kehidupan dengan masing-masing. Diawali bangun pagi, si ibu membuat sarapan, ayah bersiap berangkat kerja, si anak bersiap sekolah. Ibu taunya membereskan rumah tangga, sang ayah taunya mencari duit dan anak tugasnya sekolah. Adapun kalau mereka sarapan bareng di satu meja, mungkin sudah disibukkan dengan gadgetnya masing2. Tidak ada sapaan dari si ibu, apakah PR anak sudah selesai, bagaimana teman2 di sekolahnya, ayah tidak pernah bertanya masak apa ibu hari ini, apakah ada arisan atau pengajian hari ini, bagaimana tanaman di halaman, si anak pun tak peduli ibunya mau ngapain, bahkan banyak yang tidak tau ayahnya kerja apa, dimana, sebagai apa. taunya spp sudah harus dibayar, ada PR, tugas, les dan gadget

Minimnya kehangatan komunikasi, interaksi antar elemen RT menyebabkan semua penghuni rumah seperti robot, tidak tau dan tidak peduli sesama, semua urusan masing-masing. Proses bersosialisasi itu sudah tidak ada lagi. Mereka berpikir dengan cara pandangnya sendiri. Sulit sekali menerima perbedaan dan masalah orang lain. Akibatnya jika kondisi itu berbeda, tidak sesuai dengan pendapatnya, perasaannya, maka dengan serta merta orang itu, kondisi itu langsung disalahkan, dijudge/dihakimi menurut cara2 mereka.

Hal ini pun didukung oleh tayangan2 di televisi yang dengan vulgarnya tanpa sensor memberikan asupan buruk bagi prilaku generasi sekarang. Kita sudah terlalu jauh mengajari keburukan bagi generasi2 baru ini. Mulai dari pagi mengawali kehidupan kita sudah mengajari hal buruk.

Jika kesiangan, terlambat ke sekolah, semua akan terjadi, kita membawa kendaraan tidak normal lagi, menerabas lampu merah, melawan arus, ngebut dsb. Jika kita ingin membawa anak kita pergi, kita buatkan mereka surat sakit ke sekolahnya tanpa mengatakan yang sejujurnya. Jika nilai anak kita turun atau rendah, kita salahkan mereka dengan mengatakan bodoh, malas. Jika nilai nya tidak maksimal, kita salahkan lagi, harusnya nilainya bisa 9 atau 10. Televisi menayangkan perdebatan2 yang emosional, tidak menghargai pendapat orang lain. Tarian-tarian erotis, sinetron2 khayalan, sajian2 kekerasan dan takhayul dan seterusnya dan seterusnya. Semua itu terekam ke alam bawah sadar mereka

Apakah semua bisa diubah
Tentu bisa

Kejadian yang dialami Dedi Corbuzier dengan memperkarakan pembullynya adalah hal yang tepat. Semoga hal itu bisa menjadi pelajaran bagi remaja2 untuk lebih berpikir sebelum bertindak. Apa yang mereka katakan, lakukan di medsos itu berdampak bagi dirinya dan orang lain. Lebih baik diam dari pada membuat keruh suasana. Kalau pun ada yang tidak berkenan di hati, simpan lah itu di hati mu, tidak perlu diumbar. Demikian.

Guru Corona

Corona mengajariku: Untuk Hidup Sehat , selalu mencuci tangan dengan sabun, bersih-bersih badan, mandi, kalau habis dari luar rumah, apala...