Wednesday, June 13, 2018

Jiwa-jiwa Yang Sakit - 3

Di penghujung Ramadhan ini, sepertinya banyak yang gagal nih mensucikan dirinya, menghapus dosa-dosanya, instrospeksi dirinya. Jelang Lebaran ini pula, kita larut dalam suasana politik, hashtag-hastag atau tagar-tagar baper, terbawa perasaan makin kuat membenam di hati kita. Masalah Tol bikinan Jokowi ramai diperbincangkan. Kita seperti anak TK. Kalau dulu Gus Dur menyindir bahwa Anggota Dewan, DPR, terhormat seperti anak TK, sindiran itu mengena sekali ke anak bangsa saat ini, karena mereka wakil kita. Kita lah yang seperti anak TK itu, childish. Kita sahut-sahutan jelek-jelekin orang lain. Baper. Yang gak suka Jokowi jangan lewat Tol Jokowi. Eh besoknya muncul, mana ada Tol buatan Jokowi. Yang bikin Perusahaan milik Sandiaga Uno. Sejak dulu tidak ada yang klaim Tol Soeharto, Tol SBY, kok sekarang malah ada Tol Jokowi. Trus dilanjut dengan Jalan Tol itu dibuat dengan uang Rakyat, APBN. Diperjelas lagi dengan Pelajaran Bahasa Indonesia, mana ada Tol Jokowi, itu hanya ungkapan seperti Kampus si Udin, emang si Udin yang punya kampus. Mudik ke Kampung Emak, emang Emak gue yang punya Kampung, bagaimana sih belajar Bahasanya dulu. Teruuuss dan teruusss lah kalian berbantah-bantahan. Yang tadinya sabar, menahan diri untuk tidak terusik sindiran haters Jokowi, akhirnya para lovers pun ikut baper juga menjawab tudingan, hoax bikinan haters. Persis anak-anak semua saat berantem, ledek-ledekan begitu lah kita saat ini. Susah dewasa nya. Childish.
Pada tulisan Jiwa-jiwa yang Sakit 1 dan 2 sebelumnya, saya menggambarkan bagaimana Penyakit Hati itu merusak Diri Sendiri yaitu SMS susah melihat orang senang dan senang melihat orang susah kemudian ada Dengki, penyakit hati ini ibarat api yang membakar kayu. Menghapus pahala menjadi dosa. Pada tulisan ketiga ini, ada penyakit hati lainnya, yang secara langsung maupun tidak langsung merusak hubungan persaudaraan, persahabatan dan kekeluargaan kita. Penyakit hati itu adalah Baper, terbawa perasaan dan Egois. Dua penyakit ini semakin hari semakin banyak menghinggapi masyarakat kita.
Penggambaran kedua penyakit ini jelas terlihat pada sinetron Dunia Terbalik yang setiap hari tayang di RCTI. Jika anda tidak suka sinetron atau tidak pernah melihat tayangannya. Pada sinetron ini digambarkan bagaimana karakter-karakter di sinetron tersebut, gak tua gak muda, banyak yang baperan. Mudah tersinggung. Berpikir negatif terhadap orang lain dan sering menyalah-artikan ucapan atau perbuatan orang lain jauh dari maksud orang yang mengucapkan atau melakukannya.
Seperti karakter Bos Idan, yang senang infaq, sedekah, diartikan warga lainnya sebagai orang yang suka pamer. Karakter Mak Eros yang masih cinta pada Pak Ustad Kemet, sehingga semua orang yang datang padanya disangka suruhan Pak Ustad untuk melamarnya. Kemudian keegoisan digambarkan oleh sosok Dadang yang merasa Paling Kaya sedesa Ciraos. Sehingga orang lain tidak boleh lebih dari dia, tidak boleh berpakaian lebih baik dari dia, selalu merendahkan orang lain, mau menang sendiri, egois.
Sikap-sikap ini makin jelas nyata di dalam masyarakat kita. Kesalahan membaca status, mengartikan WA, langsung Baper, langsung Blokir, langsung unfriend, unfollow, memutus hubungan pertemanan, persaudaraan. Tanpa konfirmasi, tanpa bertanya maksud status yang ditulis, tanpa tahu tujuan tulisan itu buat siapa langsung benci, langsung gak suka, langsung memvonis kafir, langsung ngejudge orang lain sesat, tidak sejalan. Hanya kelompoknya yang benar, kaumnya yang masuk surga. Pemimpinnya yang benar, panutan orang lain sesat. Sekali orang berbuat salah seumur hidup orang tersebut bersalah, tak bisa dimaafkan. Itu lah kita saat ini

Mengapa kita Baper
Ada apa dengan Hati kita saat ini? Kenapa kita baperan, kenapa kita egois? Ilmu jauh lebih berkembang saat ini. Dakwah dan ceramah agama, sekedipan mata bisa hadir di depan kita. Tinggal buka youtube, tinggal liat fb ustad kondang, tinggal follow ig kelompok agamis, tinggal ikuti ceramah wa, pencerahan agama itu bisa kita dapatkan. Jauuuhh beda dengan jaman dulu, dimana internet gak ada, pengajian harus datang ke pesantren, mesjid dan mushola. Itu juga seminggu sekali. Kalau ada tabligh akbar kita harus kumpul ke alun-alun, lapangan untuk mendengarkan ceramah dari ustad almarhum KH Zainuddin MZ.
Lalu mengapa ilmu makin gampang, kita makin baper. Apa ada yang salah dengan makanan kita, apa dosisnya berlebihan?
Lihatlah kasus anak-anak kita, merasa tidak bisa mengelola uang jajan, anak SMP itu bunuh diri, hanya merasa lho. Merasa orang tuanya gak mampu bayar uang sekolah, langsung bunuh diri. Belum lagi kasus-kasus baper sepele lainnya bisa sampai menghilangkan nyawa orang lain.
Mungkin karomah kita telah hilang. Sehingga semua ibadah-ibadah kita tak lepas hanya rutinitas belaka. Harusnya wudhu kita itu bisa melunturkan dosa mulut, mata, kuping, tangan dan kaki kita. Harusnya sujud kita itu bisa merendahkan kepala kita yang berada dibawah pantat kita, bahwasanya orang lain juga punya hak yang sama dengan kita, hak menyukai, hak berpendapat dan berbeda pendapat, hak mendapatkan pengetahuan dan semua hak yang sama dengan kita. Bagaimana kita begitulah orang lain punya hak yang sama. Harusnya sedekah kita bisa menggugurkan dosa-dosa kita, membuka pintu rejeki kita, menyembuhkan penyakit kita. Tetapi semua amal ibadah kita itu saat ini hanya rutinitas belaka. Baper tetap baper aja. Egois makin jadi. Mungkin sakit bisa mengubah prilaku kita. Tapi kini sakit pun malah bikin kita makin baper dan egois. Gak dibesuk kita sakit hati. Terlambat diobati kita marah. Karena Hati kita yang sakit, jadi merembet kemana-mana. Saya cuma bisa mendoakan semoga saudara-saudara sekalian bisa keluar dari rasa baper dan egois
Lebaran ini kita makan-makan saja ya, gak usah maaf-maafan karena lepas itu kita saling musuhan lagi. Baperrrr
Semoga Alloh swt mengampuni dosa dan kesalahan kita, terutama yang terjadi di Ramadhan ini dan Alloh swt menghapus penyakit hati kita
Aamiin

Guru Corona

Corona mengajariku: Untuk Hidup Sehat , selalu mencuci tangan dengan sabun, bersih-bersih badan, mandi, kalau habis dari luar rumah, apala...