Sunday, April 5, 2020

Guru Corona

Corona mengajariku:

Untuk Hidup Sehat, selalu mencuci tangan dengan sabun, bersih-bersih badan, mandi, kalau habis dari luar rumah, apalagi kalau punya bayi, tidak langsung cium, gendong, harus bersih-bersih dulu

Untuk Disiplin, untuk bersih memang harus disiplin, karena lengah sedikit, corona pun hadir dan penyakit lain pun datang. Disiplin memang berat tapi semua yang menjalani kegiatan dengan disiplin, apakah itu diet, olah raga, belajar, berlatih pasti membuahkan hasil memuaskan

Untuk Tetap Yakin Pada Tuhan. Ilmu Tauhid memang ilmu sulit, menyangkut keyakinan. Tetapi yang perlu dipahami adalah bagaimana seseorang untuk hal-hal negatif, tidak bermanfaat, merugikan bisa begitu yakinnya sedangkan kepada Tuhannya, Allah swt ia tidak yakin, ragu bahkan meninggalkan Nya. Kita lebih percaya judi, pelet, investasi bodong dari pada seruan Tuhan untuk tetap beribadah, istiqamah bersedekah dan seruan kebaikan lainnya

Untuk Menjaga Kebersihan. Kebersihan apa saja. Kebersihan diri, keluarga, rumah, lingkungan kerja, lingkungan tempat tinggal, lingkungan alam sekitar. Betapa makin joroknya manusia saat ini. Kita sering dapati berita-berita dimana isi perut ikan, penyu, hiu di laut dalam adalah sampah plastik, pakaian dalam, botol sampai kamera. Semua sampah ini dibuang ke laut. Bagaimana sungai-sungai kita tercemar sampah, kotoran sampai kasur semua ada disana yang dapat menyebabkan banjir saat hujan tiba

Untuk Selalu Jamu, Menjaga Mulut. Ya mulut kita selalu menjadi penyebab segala masalah. Kita tahu bahwa penyebab perdana corona virus di wuhan disebabkan manusia yang mengkonsumsi daging kelelawar. Sepenasaran apa kita terhadap makanan, jika itu bukan makanan biasa apalagi dalam ajaran Islam itu tidak halal, sebaiknya kita hindari. Islam menghalalkan makanan jika ia darurat, menjadi obat, halal dimakan, tapi jika hanya untuk sensasi, gegayaan, eksplorasi, apalagi hanya demi konten dengan memakan gurita yang masih hidup, bergerak-gerak di mulut, wajah, itu buat apa? akhirnya muncullah corona ini, akibat kita tak lagi mengindahkan norma makanan. Menghalalkan segala macam untuk dimakan. Dengan corona kita kembali ke herbal, mengkonsumsi ramuan tradisional yang mungkin sebagian kita telah meninggalkannya

Untuk Menjaga Mulut. Mulut kedua yang dimaksud adalah Omongan. Omongan kita sekarang kebanyakan sudah diwakili oleh jempol kita. Betapa dengan wabah corona ini, semakin jelas karakter dari sebagian warga netizen, tetap menghujat, menyalahkan satu sama lain, menyalahkan keadaan, bukannya saling menguatkan, saling menjaga agar terhindar penyakit tetapi disaat seperti ini malah semakin banyak hoax yang tersebar. Tak sedikit pula orang marah-marah saat diminta untuk dicek panas tubuhnya ketika kembali dari luar negeri atau daerah terdampak corona. Bahkan yang lebih gila lagi ada yang menantang ingin menelannya yang terlontar dari mulut seorang wakil rakyat. Belum lagi himbauan untuk mengikuti protokol kesehatan yang ditetapkan dilanggar dengan membawa pulang, membuka pembungkus mayat yang positif corona. Himbauan, omongan benar dilanggar. Hoax, ucapan salah didengar.

Untuk Social Distancing, Phisycal Distancing Atau Menjaga Jarak. Karena penularan yang sangat gampang dan cepat, untuk memutus mata rantai penyebaran corona, masyarakat diminta untuk menjaga jarak dan lebih baik untuk beraktivitas dari rumah, belajar, bekerja dan beribadah dari rumah. Banyak contoh dari negara yang lebih dulu terpapar corona, Tiongkok yang sembuh karena disiplin dan Itali yang meningkat penderitanya karena warganya tidak disiplin, anggap enteng, melawan aturan. Kita yang baru terpapar tinggal berpikir dan bersikap positif tinggal memilih, jaga jarak dan corona tidak menyebar atau menganggapnya sesuatu yang gak penting sehingga corona reda

Untuk Berempati. Semoga corona dapat meningkatkan sifat empati kita lebih tinggi lagi. Betapa beratnya tim kesehatan, dokter, perawat, petugas layanan kesehatan menghadapi pasien terpapar corona bahkan sampai meninggal dunia. Dengan jagak jarak, tetap di rumah, kita sudah berempati dengan petugas kesehatan kita. Pemerintah berupaya keras melakukan berbagai hal untuk penanggulangan pandemik corona baik dari sisi kesehatan, sosial ekonomi dan agama. Namun ada segelintir orang yang malah menuntut pemerintah akibat kerugian yang dideritanya. Yaialah dalam keadaan seperti ini semua orang merugi, semua menderita. Namun apakah benar seorang pengusaha menuntut milyaran rupiah sementara ribuan orang yang bekerja informal kehilangan pekerjaan dan penghasilannya. Sementara orang berempati dengan berbagi beras, makanan, sembako, uang kepada masyarakat menengah ke bawah dibandingkan segelintir orang yang memikirkan keuntungan pribadinya.

Untuk Tidak Egois. Betapa banyak manusia-manusia selfish, mikirin diri sendiri disaat pandemik ini, dan corona membukanya satu per satu. Melalui penyakit corona ini Tuhan menunjukkan pada kita siapa-siapa saja makhluknya yang mengambil keuntungan dari menimbun masker, hand sanitizer dan APD (alat pelindung diri). Disaat di negara lain masker dibagikan secara gratis, disini malah segelintir orang merugikan orang lain menguntungkan diri sendiri

Untuk Menghargai Keheningan. Hening itu syahdu. Jauh dari gegap gempita apalagi kerusuhan. Sehari-hari kita hidup berhadapan dengan noise alias keriuhan. Di kantor, ada saja orang yang kerjanya kesana kemari menggunjing, merusuh, mengadu domba, mencari keributan. Demikiran pula di lingkungan tempat tinggal, di komplek, menggosip di warung sayur, di warung kopi, menjelekkan satu sama lain. Yang tadinya adem ayem jadi ribut, rusuh bahkan pertengkaran, perceraian karena saling gosok satu sama lain. Dengan corona seolah puasa ramadhan dipercepat. Hening. Dalam hening harusnya komunikasi dengan Sang Pencipta lebih intens dan lebih makbul. Tahajudan di malam hari meminta agar wabah ini segera diangkat Allah. Dia yang menyebar penyakit Dia pula yang mampu menghapusnya. Tapi tetap saja gemuruh karena memang habitnya demikian. Tenang di keadaan sehari-hari karena sebagian sudah paham arti social distancing tapi rusuh dalam dunia maya, ya gak apa-apa lama kelamaan jenuh juga. Kita dipaksa Tuhan untuk mereset kondisi kita kembali ke kedamaian zaman dulu, dimana stasiun tv hanya 1-2, tayangan tv hanya flora fauna, berita banyakan hal yang positif, drama tentang kebaikan tidak seperti sinetron yang hari-hari jahat, menipu, berbohong, tawuran, glamor dan mementingkan rating dari pada adab

Untuk Kreatif. Dengan berdiam di rumah, tak banyak yang bisa dilakukan. Kita dipaksa untuk kreatif, muncullah ide-ide positif seperti berbagi resep makanan, dekor rumah, bersih-bersih, bikin masker sendiri, olahraga di rumah dan sebagainya

Untuk Belajar Teknologi. Banyak hal yang bisa kita pelajari dengan berdiam dirumah, bahkan tak mengurangi pertemuan-pertemuan, meeting dengan teman kantor. Sehingga ada aplikasi pertemuan, Zoom yang tiba-tiba meraup keuntungan dengan adanya kondisi seperti ini. Pemilik zoom menjadi kaya raya. Memang tak selamanya musibah membawa petaka selalu ada yang diuntungkan. Aplikasi-aplikasi online meningkat pesat, tiktok, pesanan makanan, barang online, meningkat. Pekerjaan dan belajar online menuntut pembagian pekerjaan dan pelajaran oleh dan dari Atasan ke Bawahan, Guru ke Murid menjadi kreatif. Sistem tetap berjalan sebagaimana mestinya walau dengan keterbatasan tetap di rumah

Untuk Berhemat. Kita selama ini selalu dipusingkan dengan besarnya pendapatan. Kurang dan selalu kurang berapa pun penghasilan kita peroleh. Meningkat pun pendapatan kita selalu saja kurang. Kita terlena dengan pengeluaran kita, kita masih boros disisi pengeluaran yang tidak terlalu penting. Tv kabel yang kita tonton hanya 2-3 jam sehari kita bayar penuh secara bulanan, kita masih merokok, yang kita hitung hanya 5.000 perak sebatang tapi sudah berapa ratus berapa juta sebulan, kita beli paket data internet sampai ratusan bahkan jutaan per bulan hanya untuk main medsos dan game yang sebenarnya bisa dihemat dengan paket puluhan ribu saja, kita kongkow di kafe, resto hanya untuk eksis, selfie, biar dianggap berteman dengan memesan makanan yang tidak kita makan tapi kita harus bayar, semua itu adalah Pemborosan. Pengeluaran yang seharusnya menjadi tabungan kita. Tabungan saat kita harus di rumah seperti sekarang ini, yang sampai ntah kapan corona ini berakhir dan kita harus Makan

Untuk Peduli Lingkungan. Bahwa corona menyebabkan langit kita menjadi cerah kembali. Polusi berkurang. Ozon meningkat. Salah banget kalau kata pejabat itu mengatakan langit Jakarta cerah disebabkan karena seringnya turun hujan. Tetapi saya sangat meyakini itu disebabkan karena turunnya penggunaan bahan bakar di ibukota. Dan Tiongkok kembali polusi setelah wabah itu berkurang disana karena peningkatan penggunaan kendaraan bermotor. Mari jaga lingkungan kita. Penggunaan kendaraan bermotor, ac dan hal-hal yang merusak lingkungan lainnya kita kurangi. Kita rawat alam maka alam akan menjaga kita

Untuk Mawas Diri. Berjaga-jaga dari virus hantu. Ibarat sniper, corona bisa menembak siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Kita tidak tahu corona berada dimana, kita tertular atau menularkan. Seperti sebuah permainan, kalau tidak membunuh kita yang terbunuh. Penyakit yang belum ada obatnya ini memaksa kita untuk waspada. Mengikuti aturan, himbauan, protokoler yang telah ditetapkan pihak berwenang. Ngeyel, bandel, melawan, yah tanggung sendiri akibatnya

Untuk Menahan Diri. Menahan semua keinginan. Pengen ngemall, kongkow, nongkrong di kafe, traveling dan yang enak-enak lainnya. Jika puasa menahan kita untuk tidak makan dan minum, itu pun siang hari, tetapi kita masih bisa ibadah, kongkow, bukber, ngemall. Ini kebalikannya kita bisa makan dan minum sesukanya tetapi kita disuruh untuk tidak kemana-mana yang tidak urgen. Tahan dulu keinginan kita

Untuk Tidak Munafik. Justru corona menunjukkan pada kita siapa-siapa saja mereka-mereka yang munafik selama ini. Berdoa agar penyakit hilang dengan alasan agar bisa puasa dengan tenang. Lha selama ini puasa juga gak pernah, belanja sebentar, capek, makan. Panas sedikit, buka. Perut melilit, alasan mag kambuh, buka. Ada saja alasan untuk tidak puasa. Begitu juga ketika MUI menyarankan jumatan ditiadakan dulu sampai wabah hilang, eh nyolot, ngotot, dengan berbagai dalil bilang tidak jumatan 3x berturut-turut kafir, lha siapa yang larang kamu ibadah, kan disuruh ibadah di rumah, sholat dzuhur pengganti sholat jumat seperti biasa. Sehari-hari tidak pernah ke mesjid giliran dihimbau sholat dirumah eh ngamuk. Demikian pula agama lain kristen, hindu dan buddha. Tidak ada yang larang ibadah di gereja, pura dan klenteng. Cuma untuk saat ini jangan dulu. Ada lagi yang ngebet banget ngantor, sekolah, kesel di rumah terus. Lha sehari-hari ngantor juga gak kerja, sekolah juga bolos, males-malesan, giliran disuruh di rumah pengennya macem-macem. Corona membuka tabir orang-orang munafik

Untuk Tidak Mencampuri Urusan Orang Lain. Disaat kritis seperti sekarang ini, masih banyak saja warga yang nyinyir, kepo dengan yang bukan urusannya. Yang seharusnya dilakukan agar berdiam diri di rumah, ini malah nyinyir dan sebar berita hoax, kenapa napi dibebaskan, kenapa tidak lockdown, kenapa dibiarkan mudik, kenapa ini kenapa itu. Helloooo.. kamu itu siapa? Kuli? Tukang sayur? Ibu rumah tangga? Dosen? Apa Gubernur, atau pejabat pengambil keputusan? Kamu tau apa sih? Semua yang diputuskan itu sudah ada ketentuannya, undang-undangnya, hitung-hitungan plus minusnya. Jadi bersangka baiklah, dukunglah pengambil kebijakan mengambil kebijakan yang tepat dan berguna bagi semua. Jangan urus yang bukan urusan kita. Cukup perbanyak doa, doa yang baik-baik, agar corona cepat selesai, agar yang sakit cepat sembuh, agar dokter dan pelayan kesehatan dikuatkan, itu saja, jangan menambah-nambah dosa

Untuk Selalu Siap Siaga. Bersiap untuk apa? Untuk Mati. Bahwa benar Mati adalah ketentuan Allah. Bahwa jika positif corona pun kalau Allah berkehendak kita tidak mati maka kita tidak akan pernah mati. Namun yang lebih penting dari itu adalah menggunakan akal pikiran dalam memahami semua keadaan. Beragama tapi ga berilmu sama juga boong. Akibatnya ya gampang ditipu Nabi Palsu, Ngulama atau Ustad jadi-jadian. Mati apalagi yang sering didengung-dengungkan saat demo, Mati Syahid bukan lah seperti yang kamu bayangkan. Berjuang di jalan Allah, tetap sholat berjamaah, tabligh akbar, pengajian, trus terinfeksi corona lalu mati syahid. Ups, tidak segampang itu sobat. Kalau begitu mengaji saja kau, beribadah saja siang malam, trus ikut demo pakai label syahadat trus kena tembak mati, masuk surga, wah enak sekali hidupmu. Bukan begitu, itu namanya mati konyol. Bahwa hidup adalah keseimbangan dunia dan akhirat, hidup dan mati. Hidup jalannya menyiapkan diri untuk Mati. Bahwa sebelum hidup ada kehidupan dalam rahim. Nah setelah hidup kita akan mati. Dan kehidupan di alam sana menurut Islam itu sangat panjang. Kan sejak Nabi Adam wafat sampai yang barusan meninggal masih menunggu kiamat dan saat kebangkitan untuk dihisab, dihitung amal baik buruknya. Selama itu pula kita dialam kubur. Lalu setelah dihisab ada lagi alam-alam berikutnya yang harus dilalui sebelum ketemu yang namanya Surga atau Neraka. Lalu kalau dikubur saja menunggu kebangkitan kita sudah disiksa, apalagi setelahnya. Jadi gunakanlah akal pikiran ini untuk menghadapi kematian. Jangan berpikir kena corona di mesjid, di pengajian, syahid. Ya kalau kaya, kalau hidupnya berguna, lha kalau banyak utang, siapa yang menderita, tentu anak istri yang ditinggalkan juga. Jadi mati itu pasti, tapi siapkan mati kita sebaik-baik kematian dengan membawa amal ibadah.

Menjadikan Momen Instrospeksi. Bahwa orang muslim memiliki momen ramadhan setiap tahun tetapi tidak juga mengubah prilaku umatnya menjadi lebih baik. Narkoba tetap merajalela, korupsi, LGBT, perselingkuhan, perzinahan, begal, dan sebagainya tetap terjadi lepas ramadhan. Wabah Corona ini dapat kita jadikan sebagai momen kita sebagai manusia untuk berubah menjadi lebih baik lagi, tak terkecuali agama apa pun, suka bangsa apa pun, lelaki perempuan, tua muda. Ini lah saatnya kita muhasabah, instrospeksi diri. Mohon maaf ke sekeliling kita, banyakin amal soleh, kalau perlu menulis wasiat karena ajal tidak ada yang tahu. Hari ini masih garang besok lusa sudah pindah alam. Hari ini masih memerintah besok sudah wafat. Hari ini masih bercengkerama dengan sanak keluarga besok lusa sudah tak bisa dilayat. Corona mengerikan, mulai dari masuk rumah sakit sampai jika meninggal, semua lepas dari sanak keluarga. Sedih. Pilu. Maka berbuat baik lah.

Corona selalu menjadi pelajaran bagi mereka-mereka yang bisa mengambil hikmah dari semua kejadian yang ada. 2020 akan menjadi catatan sejarah dunia bahwa kita pernah berdiam diri di rumah secara bersama-sama di seluruh pelosok bumi

Guru Corona

Corona mengajariku: Untuk Hidup Sehat , selalu mencuci tangan dengan sabun, bersih-bersih badan, mandi, kalau habis dari luar rumah, apala...