Friday, May 25, 2018

Jiwa-jiwa Yang Sakit - 2

Ngabuburit sambil cari-cari jajanan buat buka puasa ramadan itu sungguh mengasyikkan. Penganan masa kecil, nostalgia, yang langka, yang unik seringkali muncul di saat bulan puasa. Aneka ragam makanan minuman mulai dari yang ringan hingga yang berat dijajakan di pinggir jalan atau di lokasi-lokasi tertentu di tiap kota. Bahkan di beberapa tempat bukan hanya kuliner yang dijual, fashion, asesoris, gadget, agen motor mobil ikut meramaikan dagangan jelang buka puasa, seru, ramai, semua merasakan kebahagian berkah ramadan hehehe. Yaa begitulah keunikan negeri ini di saat bulan puasa tiba. Semua bahagia.

Berdagang adalah profesi yang mulia dalam Islam. Buktinya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sendiri adalah pedagang dan beliau memuji serta mendoakan para pedagang yang jujur. Melihat banyaknya aktivitas perdagangan terutama usaha-usaha kecil menunjukkan bahwa ekonomi di daerah tersebut hidup. Kita jangan melulu melihat berapa keuntungan yang didapat mereka, apakah cukup buat hidup apa tidak. Jika kita hubungkan dengan ayat Al Quran dan Hadits Nabi bahwasanya berdagang itu profesi mulia, dengan berdagang paling tidak seseorang itu telah mau berusaha, tidak menganggur, tidak hanya berpangku tangan menunggu bantuan dan belas kasih, tidak nongkrong dan malak, tidak terjerumus dalam kegiatan premanisme dan narkoba dan hal-hal yang merugikan diri sendiri dan daerah tersebut. Perputaran ekonomi pun terasa. Dapur ngebul. Anak-anak bisa sekolah dan banyak yang mendapatkan dari perdagangan.

Namun seiring waktu, jumlah pedagang bertambah banyak. Persaingan tak bisa dihindari. Keserakahan dan rasa ingin cepat kaya secara instan terjadi dimana-mana di negeri ini. Banyak yang tidak mau berproses. Menghindari yang namanya rugi dan mencari cara pintas untuk sukses (baca: kaya). Tak sedikit yang niat awalnya sudah baik begitu usaha dagang dimulai pengen cepat besar, cepat kaya sehingga mengingkari niat awalnya. Banyak bisnis atau usaha yang tau-tau booming eh dalam waktu sekejap hilang, nyaris tak terdengar, senyap tak berbekas. Sebut saja bisnis batu akik, es buble, pisang pasir, ringtone, shisha, dll. Pedagang harus putar otak untuk bisa mengikuti tren dan bertahan hidup. Dibutuhkan modal yang tidak sedikit untuk bisa bertahan hidup dan memenangkan persaingan. Namun tak sedikit yang berjiwa pecundang dan mengambil jalan pintas dengan menggunakan cara-cara yang tidak sehat.

Di lapangan, di pasar banyak ditemukan hal-hal ganjil bin aneh yang tidak bisa diterima akal sehat. Jika sifatnya sesaat seperti bulan puasa ini, atau hari besar lainnya seperti imlek atau momen tertentu seperti piala dunia, asean games, pilkada, pilpres, masyarakat ramai-ramai berdagang sesuai momen yang ada hal itu bisa kita maklumi dan kita terima. Lapak kiri kanan, kedai dan toko yang bersebelahan menjajakan pernak pernik imlek, piala dunia, jualan takjil itu merupakan hal lumrah. Yang sering menjadi masalah adalah persaingan yang didasarkan atas Kedengkian. Sering kita jumpai seorang pedagang yang sudah lama berjualan soto, harus berhadapan langsung dengan pedagang soto baru yang berjualan di dekat warungnya bahkan didepan lapaknya. Kalau dihubungkan sama istilah rejeki itu sudah diatur Tuhan, sah-sah saja. Namun mengapa jualan produk yang sama dan berhadap-hadapan. Mengapa tidak memilih jualan produk berbeda, mengapa tidak di lokasi agak berjauhan. Disini lah kita melihat bagaimana sifat dengki masyarakat kita seringkali tidak bisa melihat tetangganya sukses, saudaranya maju, pengen bersaing atau menjatuhkan usaha temannya. Dicarilah isu, dibikinlah gosip jualan baso tikus, soto celeng dsb. Muncullah persaingan tidak sehat.

Pedagang yang awalnya baik-baik saja, lama-lama tidak kuat juga melihat omsetnya menurun. Mulailah mencari Tuhan yang lain. Ramai-ramailah ke gunung kawi, ke orang pintar, ke dukun mencari penglaris. Seringlah kita dengar kalau orang indigo, mereka yang mata batinnya bisa melihat yang gaib akan risih ketika ke pasar, ke mal karena di setiap toko, warung, restoran ada penglarisnya. Ada monyet yang memanggil-manggil, ular, siluman nenek, menggunakan tuyul, ngepet, segala jin dikerahkan untuk mendapatkan keuntungan setiap hari. Itu makanya cerita mistik laris manis dan para jin naik daun di negeri ini hehehe karena peminatnya banyak.

Ketahuilah sesungguhnya perkara demikian merupakan penyimpangan dari jiwa-jiwa yang sakit. Mereka tidak percaya diri, gak mampu bersaing, instan, dengki akan keberhasilan orang lain dan pengen cepat kaya dan sukses tanpa susah-susah berproses. Secara agama jelas menyimpang, menyekutukan Tuhan, syirik dan jelas tempatnya di neraka. Namun secara kehidupan, karma nya jelas nyata dan buruk mengutip istilah Roy Kyoshi halah.. Perdagangan dan perbuatan yang menggunakan bantuan jin apa pun istilahnya jelas meminta tumbal, mungkin di awal tidak terasa apa-apa tetapi lama kelamaan uang yang diperoleh akan lenyap tidak berbekas. Anak yang masuk rumah sakit lah, isteri kecelakaan lah, orang tua hilang, stroke, istilahnya uang hantu dimakan setan kira-kira begitu. Karena tidak berkah.

Jiwa-jiwa yang sakit ini menjangkiti kebanyakan pedagang yang tidak sabar dan ikhlas menjalani usahanya. Apakah dia tua maupun muda, sama saja. Kalau sudah punya perasaan bersaing tidak sehat apalagi menggunakan cara-cara tidak lazim, jelas jiwanya sakit. Tidak bisa menerima persaingan yang sehat. Semoga ramadan ini menjadi titik balik bagi kita yang menjalakan usaha dan bertobat sebenar-benarnya tobat jika terjerumus dalam praktik haram

No comments:

Post a Comment

Guru Corona

Corona mengajariku: Untuk Hidup Sehat , selalu mencuci tangan dengan sabun, bersih-bersih badan, mandi, kalau habis dari luar rumah, apala...